singularity | image from time.com
Raymond Kurzweil – seorang ilmuwan, penemu, penulis, sekaligus 
futurist – menyatakan bahwa kemajuan komputer tak dapat dihindarkan 
sehingga pada suatu titik akan melampau kecerdasan manusia. Ia 
menghitung dengan cermat secara ilmiah, bahwa komputer akan mengungguli 
manusia pada tahun 2045, disebut tahun singularitas. Memang, saat ini 
otak manusia merupakan satu-satunya sumber kecerdasan alami yang masih 
lebih unggul ketimbang komputer, namun kecerdasan buatan (disingkat AI, 
Artificial Intelligence) yang dikembangkan komputer pun kian menyamai 
kemampuan otak manusia. Misalnya saja robot TOPIO (Tokyo International 
Robot Exhibition,IREX, 2009), ASIMO (diproduksi oleh HONDA), dan 
seterusnya.
Menurut Kurzweil, singularitas ini tak dapat dihindari siapapun. 
Berdasarkan risetnya selama belasan tahun, ia menghitung perkembangan 
teknologi per tahun yang diukur dari peningkatan berapa MIPS (million 
instruction per second/jutaan perintah yang dapat dilakukan komputer 
perdetik) yang dapat kita beli dengan uang 1000 dollar (atau 9 jutaan 
rupiah). Hasilnya, teknologi ternyata berkembang secara eksponen, bukan 
linier, sama seperti Hukum Moore yang menyatakan bahwa kecepatan 
komputer akan meningkat dua kali lipat setiap dua tahun! Ghalibnya lagi,
 hal ini tidak terpengaruh oleh perang, resesi ekonomi, atau kelaparan 
sekalipun. Perkembangan AI pada tahun 2045 diperkirakan semilyar kali 
dari jumlah seluruh kecerdasan umat manusia yang hidup hari ini.
Vernon Vinge dari San Diego State University memiliki ide serupa. Di 
depan simposium VISION-21 yangdisponsori oleh NASA pada tahun 1993, ia 
mengajukan thesis mengenai bagaimana manusia hidup di era singularitas. 
Buku “The Singularity Is Near” (2005) menjadi bestseller di seluruh 
dunia. Para ilmuwan di berbagai belahan dunia pun mau tak mau mengarah 
pada hal yang sama, meskipun tak sedikit yang mengkritisi serta 
menganggapnya sebagai fiksi sains belaka. Namun kenyataannya pemerintah 
Amerika sendiri cukup memperhatikan fenomena ini. Singularity 
University, didirikan pada tahun 2008 oleh NASA dan disponsori oleh 
Google menawarkan studi mengenai singularitas ini. Selain itu, ada pula 
Singularity Institute for Artificial Intelligence yang bermarkas di San 
Fransisco. Institut ini – dengan Peter Thiel (mantan CEO PayPal dan 
investor Facebook) sebagai penasihat – mengadakan konferensi tahunan 
yang disebut Singularity Summit.
Pada konferensi di bulan Agustus 2010 tahun lalu, peserta konferensi 
berasal dari berbagai disiplin ilmu dengan pokok bahasan lebih luas dari
 AI; psikologi, neurologi, biologi, nanoteknologi, bahkan kesehatan dan 
filsafat. Salah satu tema yang menarik pada konferensi ini adalah 
mengenai bagaimana memperpanjang usia harapan hidup manusia. Namun, di 
era singularitas segala sesuatunya mungkin.
Berbagi hipotesis muncul mengenai apa yang akan terjadi dalam 35 
tahun ke depan. Kurzweil sendiri meyakini bahwa pada dasawarsa 2020-an 
umat manusia sudah mampu meningkatkan kemampuan otaknya, bahkan membuat 
otak sendiri, dengan bantuan komputer tentunya. Beberapa pendapat 
menyatakan bahwa kemungkinan besar umat manusia akan dapat mensintesis 
organ-organ tubuhnya menggunakan robot, sehingga mengurangi degenerasi 
biologis manusia, bahkan membuatnya abadi.
Campuran antara manusia organik dengan robot ini, yang oleh film-film
 Hollywood disebut sebagai cyborg, secara luas telah menjadi topik 
menarik bagi fiksi sains. Beberapa futuris justru mempertimbangkan 
penciptaan superkomputer di mana umat manusia dapat hidup bahagia di 
dalamnya secara virtual. Mungkin mirip dengan trilogi film “The Matrix” 
(1999). Di dunia nyata, mengutip artikel di majalah Nature, para ilmuwan
 pun optimis dapat menunda penuaan dengan ditemukannya enzim telomerase 
oleh peneliti Harvard Medical School pada bulan November 2010. Enzim ini
 bukan saja menunda, melainkan membalik penuaan pada makhluk hidup.
Akan tetapi, ada juga hipotesis kelam singularitas. I.J. Good, 
seorang matematikawan Inggris, pada tahun 1965 pernah mengemukakan bahwa
 jika manusia mampu menciptakan mesin ultra-cerdas, maka dengan segera 
mesin tersebut akan menciptakan mesin ultra-cerdas lainnya dengan 
kemampuan jutaan kali lipat lebih cerdas. Mesin tersebut pun akan 
menciptakan mesin lainnya lagi dengan kecerdasan yang tak terbayangkan. 
Ledakan kecerdasan ini menyebabkan umat manusia menjadi “barang” purba 
yang – bisa jadi – segera dimusnahkan oleh mesin-mesin cerdas. Ini 
berarti berakhirnya ras umat manusia.

